Jun 12, 2017

Romansa Mie Instan

Tepat lima tahun yang lalu di malam yang sama ramadhan saya memiliki cerita sederhana namun berkesan, sebenarnya saya sungkan awalnya menceritakan ini karena terlalu pribadi dan lucu untuk diceritakan tapi karena nilai dan kebaikan yang ada di dalamnya saya memutuskan untuk mulai mengetik sekarang selepas tarawih walaupun sebenarnya cerita ini pernah saya tulis dalam puisi yang semata untuk meninggalkan jejak cerita ini di (https://puisiyudhi.wordpress.com/2016/03/12/pekerti/)

***
Pada malam ramadhan di tahun 2012 saya bersama ibu dan ayah saya sahur bertiga, karena pada waktu itu keempat kakak saya memang sudah menikah dan tinggal saya sendiri yang ada di rumah. Ibu saya memasak seadanya karena tidak ada makanan yang dipersiapkan untuk sahur maka jadilah Mie instan rasa soto ayam dimasak oleh ibu untuk saya dan bapak (karena ibu selalu makan sayur bening dan nasi waktu itu jadi mie hanya untuk saya dan bapak)

Saya masih mengantuk sekali kala Mie itu dihidangkan di depan saya dan bapak, namun saya langsung segar seketika ketika saya mulai melahap mie di sendokan pertama, karena rasanya tidak hanya panas tapi juga hambar sehambar-hambarnya. Saya langsung melirik bapak yang duduk di sebelah kiri saya untuk melihat respon terhadap rasa mie instan aneh itu, namun gerak gerik itu terbaca oleh ibu saya dan langsung saja ibu bertanya : “kenapa, ada yang aneh?” seketika bapak saya langsung menyalip untuk menjawab ; “enak kok ga kenapa-kenapa, yak an yud?” sambil tatapannya seolah menekan saya menjawab iya secara intimidatif, saya dengan pasrah sami'na wa ato'na menjawab : “iya mah, enak kok” kemudian saya mencoba melahapnya dibantu dengan segelas air untuk setiap sendokan, satu tegukan air.

Selepas solat subuh, ibu saya bertanya dengan nada gemas kepada bapak, saya mendengarnya sambil nonton tv. “Pak, kok bilang enak-enak aja sih, padahal mamah lupa masukin bumbu !”, bapak nyengir kuda sambil lirik saya, terus saya langsung tersenyum miris dengan semua ini. Siang hari saat bapak di luar, ibu saya mengajak saya ngobrol “Nak, bapak mu sudah tiga puluh delapan tahun bersama mamah tapi tak pernah sekalipun pernah complain terhadap masakan mamah, bapak selalu makan apapun yang mamah masak walaupun gosong, asin sampe kejadian aneh tadi pagi”. Saya senyum datar tapi dalam hati saya bertekad sejak hari itu tidak akan menghina makanan apapun yang saya makan, dan sampai saat ini saya berhasil.

***
Romansa buat orang tua saya bukan tentang kata-kata puitis atau kisah-kisah besar, cinta itu sesederhana itu saya lihat dari kehidupan mereka. Menerima tanpa meminta apapun, tanpa berharap pasangan kita ini itu. Ayah saya mengajarkan kebaikan laki-laki pada waktu itu, tepat lima tahun dari malam ini saya mengetik cerita ini. Bukan hal yang sederhana untuk berbuat baik pada pasangan.

Saya ingat tentang kisah Rosulullah SAW dan Aisyah, ketika Rosul baru saja pulang setelah lama tidak bertemu dengan Aisyah, Aisyah memberikan minuman manis kepada Rosul. Namun tak seperti biasanya Rosul menghabiskan semua minuman itu (biasanya Rosul selalu menyisakan untuk Aisyah, seromantis itu ya), kemudia Aisyah bertanya kenapa tak biasanya Rosul menghabiskannya.
Karena hal Aisyah bertanya dan penasaran, akhirnya dicoba air di gelas itu, Aisyah kaget karena yang dimasukkannya bukan gula, tapi garam. Aisyah tahu mengapa Rosul tidak ingin membaginya karena beliau tidak ingin Aisyah merasakannya.

Kebaikan-kebaikan kecil ini yang luput dari kita. Luput untuk diteladani, luput untuk diresapi. Bahwa Rosulullah sebagai suri tauladan jangankan untuk memaki, untuk marah saja sulit. Saya menulis ini dengan rasa malu kepada diri sendiri yang masih jauh dan belum bisa meniru kebaikan-kebaikan kecil kepada orang terdekat, malu kepada diri sendiri dengan sikap-sikap saya yang jauh dari nilai-nilai kebaikan (semoga Gusti Allah mengampuni dosa saya, amin), tapi saya menuliskan ini semata untuk mengingatkan diri dan menularkan kebaikan melalui cerita sederhana dari orang tua saya, terlepas dari sikap saya yang masih belum baik.

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Lelaki yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya,” (HR Tirmidzi dan Ibnu Hibban).

Dari Abu Hurairah Ra bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Bersabda: “Saling Berpesanlah kalian untuk memperlakukan Wanita dengan Baik (HR. Bukhari dan Muslim).


“Wahai Tuhanku, ampunilah aku dan kedua orang tuaku), sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku diwaktu kecil”. Amin

www.yudhinugraha.com 
(Jepang, 12 Juni 2017)

No comments:

Post a Comment