Jul 12, 2017

Tujuh Enam

Setiap kita memiliki masa-masa perjuangan tersulit dalam hidup yang menjadi batu loncatan atau titik balik kehidupan untuk menjadi lebih baik atau malah menyerah. Buat saya masa-masa itu adalah ketika saya memutuskan untuk melanjutkan kuliah S2 di FKUI sambil bekerja paruh waktu. Saya masih ingat betul rasanya diburu waktu subuh hari setiap setelah solat, saya yang kala itu masih ngekos bersama sekitar tujuh orang teman di Ciputat harus berangkat menuju Salemba dengan bus besar dengan nomor 76 jurusan Ciputat-Senen selama dua jam bahkan terkadang lebih dan bus ini ada sekitar satu jam sekali. Bahkan dari kejauhan saya dapat mengenali Bus Bianglala ini, dari mulai bus ini bergambar iklan obat, minuman energi sampai minyak kayu putih, saya hafal sekali.

Masih terbayang rasanya wangi bus dan suara klakson motor saling salip di antara bus 76 yang gagah menerjang kanan kiri selama perjalanan melintasi Jalan TB Simatupang, Blok M sampai Jalan Jendral Sudirman, sesekali saya bablas ke Terminal Senen karena ketiduran atau harus berdiri selama perjalanan karena ada ibu-ibu yang tidak mungkin dibiarkan berdiri (the power of emak-emak bro). Terkadang saya menikmati alunan musik pengamen yang luar biasa merdunya, atau AC yang bocor karena sudah usang. Saat pulang kuliah saya sesekali malah mampir ke blok M untuk menyaksikan festival musik bertemakan the beatles (band kesukaan saya) di sana. Sesampainya di kosan, saya terbiasa mengobrol dengan teman tentang politik. Ada teman sekosan saya bernama Fachry yang sangat sefaham semengerti tentang obrolan politik sambil menonton TV yang diganjal buku-buku sebagai meja. Terkadang juga saya bermain gitar yang biasanya selalu ada saja senarnya yang hilang bersama mang Ipong dan mang Heru sambil membuat lagu untuk meledek salah satu teman yang jomblo seumur hidupnya, pernah juga mengerjainya sampai berbulan-bulan. Saat lagi “lurus”, kadang juga membahas kitab kuning bersama mang Ade dan berdiskusi tentang agama islam dengan pendekatan kekinian atau dengan kosan sebelah yang kebanyakan lulusan Tebu Ireng malah main PS. Masih teringat juga tentang almarhum teman saya Adi (semoga Allah menempatkannya di sisiNya, amin) yang memasak obat melawan kanker nasofaringnya kala itu. Ada juga mang Klon yang selalu minum kopi dan hampir tidak pernah saya lihat minum air putih, mungkin darahnya kini telah berganti menjadi Kopi Gr*nita yang selalu disruputnya itu. Dan banyak sekali kegiatan harian saya bersama teman-teman yang sampai saat ini sudah seperti saudara sendiri.

Mungkin sahabat-sahabat satu angkatan saya di FKUI masih ingat rasanya tentang bagaimana kuliah pagi biokimia yang buat saya adalah pagi dengan rasa kantuk yang luar biasa, bayangkan saja jam tujuh pagi sudah dicekoki mata kuliah biokimia. Hal yang paling tak kalah seru adalah, sistem perkuliahannya, setiap semester saya paling banyak dapat mengambil hanya 14 sks, itu sudah luar biasa. Berbeda saat saya s1 saya bisa mengambil hingga 23 sks karena perbedaan sistem, satu pelajaran biasanya bobotnya hanya satu sks, itupun satu judul dari satu pelajaran itu diampu oleh satu dosen. Dosen-dosen tersebut memberikan UTS dan UAS. Jadi gambaran mudahnya, jika saya mengambil 14 sks, kira-kira ada 10-14 pelajaran, setiap pelajaran bisa sampai lima dosen yang akan memberikan UTS dan UAS. Lalu, mata kuliah yang diberi nilai C misalnya, itu akan tetap ada di transkip meski kita mengambil her tahun depannya, jadi nilai satu pelajaran itu bisa ada dua.

Hari-hari saya lewati awalnya biasa saja meski dengan sistem yang seperti itu, namun semua berubah ketika beasiswa saya berhenti karena suatu hal. Saya cuti kuliah sampai satu tahun untuk kerja lagi. Akhirnya saya bekerja di institusi yang sama yang masih di bawah RSCM dan FKUI yaitu di IHCVB singkatan dari Insitute of Human Virology and Cancer Biology. Tugas utama saya selain memelihara cell line, saya membantu dalam pemeriksaan pasien HIV drug resistance, untuk menguji apakah pasien HIV itu masih kompatibel dengan obat tertentu dilihat dari mutasi gen HIVnya. Mulai dari sini lah semua mimpi itu ada, lewat bimbingan dan arahan para senior di IHVCB ini juga saya semakin menyukai dunia riset dan menemukan diri saya sendiri. Harapan demi harapan mulai menemukan titik kemungkinan. Kemudian saya melanjutkan studi s2 saya dengan penuh tujuan dan harapan, lebih bersemangat dari sebelumnya terutama secara finansial untuk pembayaran SPP setiap enam bulan sekali. Saya bekerja setelah kuliah selesai, betapa baiknya atasan saya membebaskan saya kuliah asal memiliki jam kerja yang sama dengan yang lainnya, siasat saya adalah saya masuk sekitar jam satu setelah selesai kuliah dan mulai bekerja sampai malam. Semakin hari semakin lelah dengan bus tujuh enam itu, saya mulai menggunakan motor Ciputat-Salemba.

Salip kanan kiri setiap hari saya lakukan, kadang dibentak pemilik mobil yang sepionnya saya tabrak atau senggol motor lain tapi saya biasanya tak pernah ambil pusing sambil dengar musik dibalik helm lagu lagu the beatles seluruh album terputar setiap hari. Waktu lebih singkat ditempuh dan motor biasanya saya parkir di tempat parkiran pegawai (nasib mahasiswa sekaligus pekerja). Pernah juga saya ditilang polisi saat melintasi wilayah Prapanca, betus ban di daerah semanggi sampai harus jalan hingga daerah Bulungan, saat itu saya menjadi Yudhi si Anak Jalanan. Asap dan aspal Jakarta jadi teman sehari-hari, sampai jalan tikus hapal saya puter-puter meski ujungnya nyasar dulu. Kadang saya juga kebut-kebutan saat pulang sangat malam melewati senggangnya jalur three in one. Semua pengalaman seru itu saya nikmati di masa muda yang seru.

Hidup itu sesederhana itu, seindah dan sesantai itu, perjuangan dinikmati. Keluarga dan orang tua saya tidak pernah tahu tentang semua perjuangan pedih perih saya di Jakarta dalam studi. Saya bertekad untuk selalu bercerita tentang kebahagiaan dan pencapaian-pencapaian saja kepada mereka. Buat saya keluarga adalah tempat terakhir untuk mengeluh dan menjadi tempat pertama untuk bercerita bahagia. Meski saat pulang, kehidupan berubah. Makan enak dan kemana-mana tinggal duduk di balik kaca mobil sambil mengingat bahwa di Jakarta saya tidak semanis ini. Tapi saya tidak ingin kasih sayang keluarga saya menjadikan saya manusia lemah yang apa-apa nya tinggal minta. Tak memiliki tantangan hidup dan jauh dari nilai perjuangan. Cara saya adalah memilih menantang diri untuk belajar mandiri dengan pergi ke pesantren saat lulus sekolah dasar dan kuliah di Jakarta, dengan begitu saya bertemu dengan perih pahitnya hidup sendirian atau bersama-sama sahabat.

Setiap pencapaian-pencapaian saat ini juga adalah berkat dan hasil titik perih dalam kehidupan. Entah berapa banyak orang yang membantu dan mengangkat saya hingga seperti ini. Semoga Gusti Allah membalas kebaikan-kebaikan itu dengan kebaikan dan kemudahan hidup kalian. Amin. Setiap kita memiliki kesempatan yang berbeda. Masa-masa sulit seharusnya membuat kita semakin kuat dan naik tingkat. Masa-masa sulit itu akan terlewati dan akan berubah menjadi masa yang lain. Tapi ingatlah kebaikan itu kekal. Seperti kata Amirul Mukminin Umar Ibn Khattab RA :

"jika kita letih karena kebaikan, maka sesungguhnya keletihan itu akan hilang dan kebaikan itu akan kekal.
 Jika kita bersenang-senang dengan dosa, maka sesungguhnya kesenangan itu akan hilang dan dosa itu akan kekal"

Saya rindu kalian, saudaraku.
Nara, 20170712

Jun 25, 2017

Lebaran Minoritas

safir..!! tajid ‘iwadhan ‘amman tufariquhu” (Imam Asy-Syafi'i)

Seketika ingat dengan pelajaran mahfudzot saat saya belajar di pondok dulu, yang artinya kira-kira begini : "Pergilah maka engkau akan dapati pengganti apa yang engkau tinggalkan". Kelanjutan mahfuzot ini silahkan cari sendiri karena pasti anda akan tertarik dengan kedalaman maknanya.

***
Sudah kali kedua saya tidak lebaran di Indonesia, tahun lalu saya pun menghabiskan hari raya di Jepang (bang toyib). Kali ini beruntungnya lebaran bertepatan dengan hari minggu, tahun lalu setelah solat Ied saya langsung masuk ke lab dan langsung mengerjakan hal biasa, seperti tidak ada peringatan apapun kecuali handphone yang lebih ramai dengan ucapan permohonan maaf dan sapaan-sapaan akrab dari keluarga di rumah. 

Karena bertepatan hari minggu, maka saya bisa lebih santai dan tidak masuk ke lab seperti lebaran tahun lalu. Setelah semalam saya mendapatkan makanan surga berisi nasi rendang, sayur ati dan opor ayam dari Mas Sarmoko dengan masakan super enak dari Istrinya yang sedang hamil (semoga Allah mempermudahlancarkan kehamilan dan kelahirannya nanti, amin). Saya dan Kenny Lischer mengobrol sambil menikmati makanan surga itu, karena kepalang larut malam, saya menunggu subuh hingga jam tiga pagi tapi setelah jam tiga pagi itu saya menunggu jam tujuh untuk solat ied rasanya lama sekali, seperti menunggu kera sakti pulang mencari kitab suci.

Setelah solat Ied bersama keluarga muslim di kampus saya tinggal dan pastinya melanjutkannya dengan melahap hidangan ala-ala timur tengah dan Indonesia-Malaysia. Entah kebetulan atau bagaimana, saya dan Kenny mendapatkan kesempatan untuk mengikuti tour melihat sejarah paling kuno dari peradaban Jepang di Nara dari kampus, karena gratis saya mengikutinya tanpa tahu itu bertepatan pada hari lebaran, jadilah kami mengikuti tour ini setelah solat ied.

Hari yang aneh memang, di mana orang-orang berkumpul dengan keluarga, saya malah berwisata sejarah ke temple. Let it flow sajalah yud, daripada boring di kamar mending jalan-jalan. Toh tidak ada yang bisa saya lakukan kecuali melihat teman-teman di Indonesia memposting makanan-makanan surga (percayalah ini paling memilukan buat perantau). 

Saya diajak mengenal sejarah Jepang lebih dekat dengan berkunjung ke Horyuji Temple and Saidaiji Temple di Nara. Horyuji ini konon adalah temple pertama yang dibangun pada tahun 607 dan sampai sekarang masih terjaga dengan baik. Sedangkan di Saidaiji saya berkesempatan untuk melihat upacara minum teh hijau dan meminumnya dengan mangkuk super besar (lebih dari porsi makan saya). Foto-foto perjalanan saya posting di bagian bawah blog.

Selama di perjalanan saya berbincang banyak dengan Kenny dan dengan diri saya sendiri tentang sejarah ini yang memberikan pelajaran mengenai makna-makna kehidupan. Saya sadar, kehidupan manusia sangat singkat, setiap kita akan pergi dari satu dimensi ke dimensi lain. Tapi kebaikan akan kekal bahkan setelah kematian. Analogi sederhana bagaimana mereka menjaga dengan baik, bangunan, tradisi dan filosofi kehidupan di sini adalah bukan perkara mudah, dalam sejarahnya Jepang telah digempur (dan menggempur) negara-negara lain dan peristiwa-peristiwa besar telah hatam dialaminya, tapi bangunan ini, kokoh berdiri tak dimakan modernitas. 

Saya yakin bahwa momentum lebaran ini berasa sekali untuk muslim yang tinggal di daerah non-muslim dan terpaksa menjadi minoritas, tidak ada kumpul keluarga kecuali mendengar suara dan text rindu di depan layar. Atau menikmati siksaan dengan melihat makanan surga opor ayam, rendang dan kawan-kawannya seliweran lebih banyak di sosial media. Tidak ada suasana dan atmosfer lebaran seperti biasanya. Setiap perantau adalah pejuang, memperjuangkan mimpi dan cita-cita yang luhur. Perantauan adalah sekolah tersendiri bagi kedewasaan, untuk memahami bahwa tujuan semua ini untuk memandirikan diri dan menghidupi kehidupan.

Perantau dapat merasakan bagaimana jernihnya berpikir. Karena hanya dengan menjadi minoritas, kita dapat mengerti bahwa apa yang kita lakukan adalah sebuah kebenaran atau hanya pembenaran. Bahwa saat menjadi mayoritas, kebanyakan dari kita lupa diri dan mencoba merekayasa makna dalam bertoleransi pada perbedaan cara pandang dan latar belakang masing-masing individu. Perantau berjuang memahami perbedaan dan mencoba menyesuaikan diri tanpa menjadi orang lain

Khutbah hari ini saya juga diingatkan kembali bahwa islam menjadi agama yang dapat masuk ke dalam tradisi dan adat masyarakat manapun selama tidak bertentangan kepada maqosidus syariah, karena sesungguhnya islam adalah rahmatan lil alamin. Perspektif dan guratan tulisan saya ini tidak dimaksudkan untuk menyinggung pihak manapun, hanya upaya untuk mengingatkan diri kembali.

Cobalah untuk hidup di lingkungan yang berbeda dengan kita, untuk benar-benar mengenali diri sendiri dan menemukan arti kehidupan yang sesungguhnya. Saya melihat hampir semua orang besar lahir dari perantauan.

Begitulah coretan ngalor ngidul ini saya tulis untuk mengguratkan cerita konyol hari ini, dengan "berziarah" ke temple kuno tepat di hari lebaran. Tapi saya percaya, bagaimanapun getirnya pejuang-rantau, kisahnya akan tetap terasa manis untuk diceritakan.

Salam Rindu, 
Nara 20170625
Yudhi Nugraha


*****
Oleh-oleh foto jalan-jalan hari ini :




(Tradisi jamuan teh)

(Horyuji Temple )

(Saidaiji Temple)
(Upacara minum teh dan ukuran mangkok buat minumnya)

(Terakhir, foto kucing yang hidup bersama kami mahasiswa NAIST, 
ga ada kaitannya ama cerita di sini )



Jun 22, 2017

Spring8


Sudah tiga hari ini saya berkesempatan untuk datang ke tempat riset yang dimiliki Jepang bernama Spring8 untuk determinasi struktur protein yang saya buat untuk mengetahui ikatan spesifiknya dengan beberapa obat. Bagi Structural Biologist di dunia nama Spring8 pasti sudah sangat dikenal,  Spring8 yang berarti "Super Photon ring-8 GeV" (8 GeV, or 8 giga electron volts) ini adalah fasilitas radiasi sinkroton salah satu yang terkuat di dunia, tak ayal alat ini digunakan oleh peneliti tidak hanya dari Jepang, tapi kebanyakan malah saya lihat dari negara lain.

Sejarahnya Spring8 dibuat pada Oktober 1988 oleh Japan Atomic Energy Research Institute dengan bekerjasama dengan RIKEN (Lembaga riset kece punya Jepang, kalo di Indonesianya mungkin LIPI), lokasinya di Harima Science Garden City di Hyogo. Nah baru pada 1990 (tahun kelahiran saya) lahirlah pula ini Synchroton Radiation Institute (JASRI). Setelah dibuat selama tujuh tahun baru pada Oktober 1997 Spring8 dibuka untuk penggunanya (lumayan lama juga ya, tujuh tahun).

Besar Spring8 dapat dilihat digambar, jika dilihat Spring8 ini mengitari sebuah gunung kecil/ bukit, jadi kebayang kan betapa kuat radiasi dan besarnya fasilitas ini. Pada sebuah kesempatan saya malah iseng buat mengitari Spring8 ini menggunakan sepeda di dalamnya, ya benar, di dalam para peneliti menggunakan sepeda untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain (saking gedenya nih kantor)


Lalu buat apa saya ke sini? Penelitian saya saat ini tentang molekular pathway yang secara spesifik ingin mengetahui bagaiamana kompartemen sel melalui protein berinteraksi dengan obat maupun komunikasi lainnya. Sepulangnya saya dari Univ California Davis Amerika pada bulan Maret 2017 lalu saya memulai riset ini, ceritanya memang aneh dan unik karena kerahasiaan riset ini, saya bahkan tidak diperbolehkan untuk membawa riset ini ke Advisor Hearing (semacam ujian proposal saya sendiri), jadi saya berpikir keras untuk mencari riset yang pura-puranya digunakan untuk disertasi, padahal riset yang sesungguhnya bukan itu karena harus disembunyikan oleh titah sang bos besar. Jadi intinya, saya belum bisa bercerita secara spesifik tentang riset saya di sini.

Lanjut cerita, setelah berhasil mengkloning DNA ke E.coli dan mengekspresikannya sampai lebih dari tiga puluh enam liter media kultur kemudian mempurifikasikannya sampai kemurnian 98% dan dilanjut dengan mencoba sampai dengan lebih dari 20.000 percobaan untuk pertumbuhan Kristal, saya akhirnya menemukan hanya satu Kristal. Kebayang dah tuh menjengkelkannya hahaha... setelah saya juga membuat kepastian bahwa itu adalah beneran kristal protein menggunakan Rigaku X-ray yang dimiliki oleh Lab saya di kampus saya, NAIST. Barulah saya berangkat ke Spring8 bersama sensei saya. Serunya, untuk menggunakan fasilitas ini saya harus menjalani berbagai training, kadang ada training yang berbahasa Jepang biasanya saya dibantu oleh sensei untuk menjawab saat sesi evaluasinya, beliau duduk di samping saya. Hahahaa..

Setelah semua administrasi dijalani dan saya menjalani training terakhir di Spring8, barulah saya mendapatkan semacam kartu untuk mengakses fasilitas Spring8 dengan kunci yang beragam dan alat deteksi radiasi (setidaknya saya mendapatkan empat macam).

 (Kartu dan kunci yang digunakan untuk masuk ke Spring8)


Tempat menginap 

Saya tinggal di tempat penginapan dekat dengan pusat Spring8 yang hanya digunakan untuk peneliti saat bekerja di Spring8. Di sini jauh dari mana-mana, saya dan sensei harus berkendara jauh hanya untuk cari buka puasa (makasih sensei). Awalnya sensei bingung kenapa saya tidak makan apapun seharian, setelah sorenya barulah sadar bahwa ini adalah "ramadhan", ya sensei selalu antusias saat saya bercerita tentang puasa, beliau selalu menggunakan kata "ramadhan", dan saya dengan senang hati menjelaskannya selama buka puasa di salah satu restoran yang jauh dari Spring8. Perjuangan bro....karena sampai Spring8 saya lapar lagi (nasib perut karet)

  (Suasa kamar saya tinggali, maaf ada kresek berisi makanan buka)

Malam harinya saya makan sebanyak-banyaknya karena saya sadar besok butuh tenaga yang extra (padahal ini alasan saja, biasanya juga saya makan selalu banyak, apalagi saat di Pondok dulu, makan makanan hasil curian di dapur ustad), karena tidak bisa tidur selepas tarawih saya malah main game online beberapa jam, aktivitas maha penting yang sudah lama tidak dikerjakan semenjak menjadi mahasiswa PhD (penting loh, setidaknya buat saya). Sampai jam tiga di sini saya lanjutkan solat subuh, ya di sini kita puasa lebih lama, jam tiga sudah subuh dan jam tujuh limabelas baru bisa buka puasa. Saya bersyukur lah ga lebih lama dibandingkan negara-negara di Eropa. Saya percaya semakin lama maka pahalanya akan lebih banyak. Setelah satu malam minap barulah besoknya saya menggunakan alat x-ray ini. Saya selalu diantar kemanapun selama di Jepang, karena SIM mobil Indonesia tidak bisa digunakan di sini, jadilah kemanapun saya pergi, saya disupirin sensei (kapan lagi ngerjain sensei, *anak durhaka), sampai saat saya hiking ke Holy mountain di Shijawatake, sensei pula yang nyetir. hahaaa..

Sesampainya di Spring8 saya langsung menyiapkan percobaa saya menggunakan alat x-ray super besar dan (pastinya supermahal). Saya dikasih tahu berapa harga setiap bahan dan alat itu, tapi sengaja saya lupakan supaya saya ga takut untuk melakukan kesalahan dalam percobaan (jangan ditiru). Saya memulai percobaan itu dengan menggunakan alat di bawah ini.

 (X-ray yang saya gunakan bernomor BL41XU)

(Ruangan di dalam Spring8, lorong ini digunakan Peneliti bersepeda dari satu mesin ke mesin lain)

Saya terpacu saat melihat banyak sekali publikasi yang dihasilkan dan ditemukan oleh alat ini, termasuk pada prinsipnya inilah yang digunakan oleh Rosalind Franklin ialah seorang ilmuwati panutan saya mengadakan penelitian tentang struktur DNA bersama Francis Crick, James Watson, dan Maurice Wilkins dengan difraksi sinar X dahulu. Saya melihat banyak publikasi dan temuan struktur protein yang mengagumkan dipajang di sini. Termasuk penelitian dari "Sensei besar" saya yang sudah terlibat dalam lebih dari tiga ribu project riset (saya ga kebayang, tiga ribu project itu kayak gemana) tak heran dengan banyak award yang beliau terima itu beliau telah menjadi penasihat bagi Kementrian Pendidikan Jepang selama rentang waktu (2004 - 2007, 2011 - 2014) dan setelah menjadi Dekan beliau diangkat menjadi Executive Director dan Vice President di kampus saya,  sayangnya dengan kesibukan beliau itu saya pusing minta waktu bimbingan dan untuk kontak langsung kecuali pada rapat mingguan.

 Publikasi dan temuan yang diperoleh menggunakan fasilitas ini BL41XU
(Di depan BL41 XU)

Tak pernah berani saya bermimpi menjadi bagian dari hal-hal besar ini saat kecil. Betapa sulitnya untuk bersyukur dan berterimakasih kepada Gusti Allah atas segala kemurahanNya yang saya terima. Semoga kita menjadi hamba yang tiada lepas dari rasa syukur atas apapun yang dimiliki.

Demikian cerita singkat saya yang bisa saya bagikan di sini, saya beruntung mendapatkan semua pengalaman dan kemudahan riset di sini, saya menulis ini semata hanya ingin berbagi pengalaman dan kisah perjalanan doktoral saya, terutama semoga bisa menjadi motivasi kuliah bagi yang sedang menyelesaikan studi di dalam maupun luar negeri. Semoga dalam keberkahan Ramadhan ini kita mendapatkan kebaikan-kebaikan serta kesalihan sosial untuk kebangkitan peradaban kemanusiaan melalui riset, melalui noktah kecil yang bisa kita toreh dalam perjalanan peradaban ilmu pengetahuan.


" Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan/turunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia (supaya mereka mempergunakan besi itu), dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Maha Perkasa."
Qur’an surah Al-Hadiid 57 : 25


Salam kerinduan saya pada Indonesia
Hyogo-Jepang, 2017 June 22
Yudhi Nugraha


References :
http://www.spring8.or.jp/en/about_us/history/
http://www.naist.jp/en/about_naist/offices/administration_bureau/hakoshima.html
http://www.spring8.or.jp/en/about_us/whats_sp8/facilities/bl/search_bl/beamline/tab_search
http://www.spring8.or.jp/ja/news_publications/research_highlights/no_36