Mar 17, 2014

Gugatan Saya Pada Pemikir Islam Liberal

Banyak stigma pemikiran orang, berasumsi bahwa semua permasalahan dari segala sesuatu yang ada dalam kehidupan mereka bisa dipecahkan oleh pemikiran mereka sendiri. Ilmu pengetahuan yang mengagungkan kata kebenaranan dan kata fakta membuktikan bahwa sesungguhnya pemikran dan logika manusia adalah sangat amat terbatas, terbukti ketika angka berapapun (x) yang dibagi oleh bilangan nol maka hasilnya tidak pernah sempurna yakni didefinisikan tak terhingga, seperti halnya dalam perhitungan matematis yang tidak mengenal sesuatu yang tidak rasio dan logis ada saja bukti kekuasaan Nya yakni ketika seluruh sudut-sudut istimewa telah didefinisikan, tangen 90 masih saja dalam ketidakterhinggaan yang hingga kini ada, teori yang selalu diagung-agungkan oleh ilmuan besar seperti Newton yang menganggap kemutlakan setiap perhitungan yang membuktikan ketepatan sesuatu, disangkal oleh teori relativitas Einstein yang meluhurkan segala sesuatu adalah relatif, begitupula permasalahan dari segala sesuatu tidak bisa hanya mengandalkan pemikiran dan logika, namun juga harus meruntun pada ajaran Allah yang jelas tahu betul peliknya suatu permasalahan melalui mengkaji firman-firmanNya. Tidak bisa kita terlalu mengandalkan akal untuk menyimpulkan suatu permasalahan, namun Akhir-akhir ini banyak pemikiran ekstrim yang hadir menerjang firman-firman Allah, dan hanya mengandalkan logika. Seharusnya pemikiran digunakan untuk memahami aturan yang telah dibuat Nya, bukan malah menjadi jalan untuk membuat alasan yang sering dianggap logis degan tujuan memudahkan dari syari'at. "Al islamu yu'la wala yu'li alaihi" islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya, aturannya mudah tapi tidak untuk dipermudah
Banyak pemikir-pemikir mencari hakikat Tuhan lewat pemikiran instant mereka yang terkadang berdasarkan dari tiga aspek sumber hasil pemikiran yang pastinya berbeda setiap orang, yakni nafsu logis, ideologi dasar kehidupan (backround), dan yang pasti adalah logika yang terkadang hanya baik untuk seseorang dan tidak bisa menjadi ideologi untuk konsumsi publik, tak terlepas dari mereka yang selalu mengindahkan dan mendustakan ajaran agama, yang sebenarnya hanya agama dan tuntunan Allah lah yang dapat menuntaskan seluruh permasalahan, hal ini hanya akan berujung pada kesesatan yang berdalih pada logika pemikiran yang tak terlepas dari paradigma berfikir dan ideologi yang dimiiki, yang didasari oleh dasar pemikiran kehidupan yang mereka rasakan yang bersifat ideologi individualis dan bukan untuk asumsi publik, banyak pemikir-pemikir yang bebas, liberal dan mengabaikan firman Allah bermunculan, semua hal yang difikirkan berdalih befilsafat cerdas dan mengabaikan semua tuntunan Allah yang mutlak dan bersifat pasti benar itu, semua hal yang bertentangan oleh pemikiran dan logika mereka yang sebenarnya hanya individulistik syar'i dan tidak pantas untuk dilakukan oleh orang lain selalu dianggap salah.
Padahal Allah sendiri telah mengecam hal yang demikian itu dalam firmannya yang berbunyi "Al haqqu min robbika, fala takunanna minal mumtarin" yang artinya "kebenaran adalah milik Tuhanmu, maka janganlah kamu menjadi golongan yang mendustakan" seluruh kebenaran yang masih bersifat relative dan tidak mutlak diabadikan oleh manusia adalah semuanya dari Allah lewat pemikiran-pemikiran dan tidak mutlak dari hasil buah karya mereka sendiri, seiiring perubahan zaman para pemikir islam yang berfikir liberal berorientasi materi yang justru akan mengarah pada hal-hal yang melenceng dari tuntunan yang sudah jelas-jelas tidak membutuhkan pemikiran yang bertujuan pada pemudahan, pengkerdilan dan cara beralasan yang logis dalam melanggar ajaran Allah yang mereka anggap beban, dalam firmannya Allah menyatakan "lakabirotun illa ala alkhosyi'in" yang artinya benar-benar berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu, dalam ayat sebelumnya Allah menyartikan khosyi'in adalah "aladzi yadzununna annahum mulaku robbihin wa annahum ilaihi roji'un" yakni orang-orang yang mereka percaya bahwa mereka akan bertemu Allah mereka, dan kepada Nya lah mereka akan kembali.
Liberalisme serta dalil kebebasan berfikir adalah alasan utama untuk melakukan stigma berfikir yang salah dan "gak mau ambil pusing" dalam menjalankan syariat Allah, sebagai contoh ringan saja masalah jilbab yang dianggap oleh pemikir-pemikir hanyalah sebuah adapt yang dibawa oleh masyarakat arab dan bukan syariat yang harus dilaksanakan sepenuhnya yang telah sangat jelas diterangkan aturan main penegakan syariat seperti itu.
Seluruh agama akan memiliki beberapa aspek pokok yakni idiologi, ritual ibadah, dan identitas agama. Islam memiliki idiologi yang kuat dan sangat masuk akal dan rasional sebab itulah islam menjadi agama terbesar dan tercepat penyebarannya, yang kedua yakni ritual, seluruh agama yang ada, memiliki ritual entah agama apapun, bahkan agama yang menyembah syetan pun memiliki ritual-ritual yang mereka lakukan, inilah yang sering dibantah oleh pemikir-pemikir yang mempermasalahkan ritual yang memang jika difikir secara rasional tidak bias menjadi sesuatu yang logis, yang ketiga yakni identitas, setiap agama memiliki identitas yang muncul dengan sendirinya, contohnya adalah jilbab yang menjadi identitas agama islam, jika jilbab hanya budaya, lantas apa yang dijadikan identitas bagi muslimah?
Syari’at agama islam adalah lebih bermakna dan selalu kondusif dengan situasi dan kondisi, namun terkadang sering dikondisikan salah dan selalu diartikan bertentangan dengan kebenaran, seharusnya syari’at tidak dikondisikan atau dirubah karna kondisi yang berbeda namun hendaknya syari’atlah yang menempatkan situasi dan kondisi dengan tidak mengindahkan sesuatu yang bertentangan dengan aturan yang telah dibuat dan mutlak kebenarannya, hal inilah yang harus dibenahi oleh pemikir-pemikir bebas yang secara tidak langsung mereka mengkondisikan syari'at, adalah suatu kenaifan jika menjadikan agama islam ini agama yang kondisional karna dari satu sisi agama ini telah sangat amat sempurna bahkan untk menghadapi masalah-masalah yang teramat kontroversial sekalipun. "Hari ini telah aku sempurnakan untuk kalian, agama islam" sepenggal dari ucapan nabi yang beliau sampaikan ketika haji wada' dan sudah barang tentu nabi telah meyakini bahwa ajarannya telah ia sempurnakan, bahkan untuk peliknya masalah yang kini dibicarakan sebenarnya telah ada lewat perumpamaan-perumpamaan pada masalah yang ada dizamannya, namun sekali lagi hal ini dipungkiri oleh pemikiran yang meyakini bahwa kenyataan pada zaman sekarang adalah teramat berbeda dengan ketika masa nabi Muhammad shalaallahu alaihi wassalam, padahal sebenarnya perumpamaan atau permisalan masalah yang serupa telah di selesaikan oleh nabi.
Contoh lain ketika ayat “assolatu tanha anil fakhsya’I wal mungkar” yang jelas berarti salat selalu menahan perbuatan keji dan mungkar, diartikan berbeda yakni salat adalah anda menahan sesuatu yang keji dan mungkar, jadi ketika huruf “ta” yang berarti kembali pada “assolatu” yang “mu’annas” diartikan menjadi dhomir anta dalam fi’il mudhir’i maka asumsi mereka bahwa solat bukanlah ritual tapi aplikasi dari fungsi solat itu sendiri yakni menahan yang keji dan yang mungkar, padahal Nabi Muhammad shalaallahu alaihi wassalam sendiri bersabda “solatlah kamu seperti kamu melihat saya solat” ritual yang dijalankan nabi sendiri adalah bukan hanya ritual yang dikarang-karang, namun itu atas perintah Allah yang diterangkan dalam perbuatan nabi sendiri, Al qur’am sendiri tidak menerangkan tentang hal yang memang sepantasnya dijelaskan oleh nabi lewat perbuatannya, Allah berfirman bahwa ayat–ayat alqur’an adalah mubayinatun (penjelasan) terhadap ayat lainya, jadi sama sekali tidak bertentangan satu dengan yang lainnya seperti rumor yang tidak dapat dipengerti oleh orang yang selalu menuhankan pemikiran.

Masih banyak lagi ayat-ayat yang dinodai oleh pemikiran-pemikiran yang sebenarnya bertujuan mempermudah syariat islam yang akhirnya menjadi pengkerdilan agama islam sendiri, tidak pelak lagi pemikir-pemikir yang tidak mau memikirkan hakikat dari penciptaan alam semesta yang berpangkalkan pada hakikat Tuhan yang mencipatakan, “tafakkaru an kholqi wala tatafakkaru an kholiqi” yang artinya “berfikirlah tentang ciptaan, namun janganlah memikirkan pencipta” Allah berfirman serta menyatakan statement yang tegas adalah karna berlandaskan Allah mengetahui seberapa besar kemampuan pemikiran manusia yang Dia sendirilah yang menciptakan pemikiran itu, prasangka-prasangka tentang visualisasi tuahan serig dilakukan oleh manusia semenjak sejarah itu ada, beragam agama yang menggambarkan Tuhan mereka sebagai sesuatu yang maha besar dan maha kuat, seperti membuat patung yang amat besar dan kuat. Seluruh prasangka yang terangkum dalam agama-agama seperti itu adalah logis bila itu adalah visualisasi dari kemaha besaran kekuatan Tuhan yang pasti dirasakan oleh seluruh umat manusia. Sedangkan islam selalu mengajarkan umatnya untuk merasakan Tuhan lewat ciptaanNya yang maha karya tak tertandingi bukan lewat memikirkan Tuhan lewat akal terbatas manusia, seorang Ibrahim yang dikenal cerdas dan rasionalis selalu menjalankan perintah Allah SWT tanpa banyak instruksi sebagai contoh ketika beliau diperintahkan untuk menyembelih Isma’il putra kesayangannya lewat mimpi yang belum bisa dipastikan kebenarannya oleh rasio dan pemikiran manapun, namun ketundukannya kepada Alllah dan keimanannya kepada perintah itu maka beliau melakukan perintah itu, beliau tidak menggunakan pemikiran dan rasionya untuk menentang perintah Allah, tiada sedikitpun ia beradu argument tentang semua hal yang diperintahkan kepadanya. Manusia terkadang membangkang semua yang diperintahkan kepadannya dengan beragam dalih, menuhankan pemikiran yang terbukti belum sampai untuk mencari hakikat Tuhan, jangankan kata “Tuhan” yang kita fikirkan, menjumlahkan x di bagi oleh bilangan 0 pun kita belum sampai.

Yudhi Nugraha : dalam Ketundukan Pengetahuan saya tentang Allah 

No comments:

Post a Comment