Melihat dari pengalaman “nyantri” di sebuah pondok pesantren selama 6 tahun bersama pelajaran-pelajaran agama yg non eksakta yang sangat komperhensif dan terbuka terhadap permasalahan sosial di masyarakat sangat berarti untuk bekal yang diberikan pesantren untuk santri-santrinya.
Namun teringat dengan pembicaraan yang pernah secara tidak sengaja, saya dengan salah satu pimpinan pondok dan pimpinan sekolah tinggi islam tentang sebuah masalah yang terlihat sepele tetapi sangat mendasar bagi kemajuan peradaban keilmuan islam di Indonesia, terkait tentang krisis kemauan santri untuk melanjutkan jenjang pendidikan mereka kepada jurusan-jurusan ilmu agama, bukan tanpa sebab mereka (dan mungkin saya sendiri) memilih jurusan yang ditekuni untuk masa depan, selain passion tentunya ada hal lain yang melatarbelakangi paradigma tersebut, banyak skema yg telah dilakukan para pemikir akademisi islam yang sudah dilakukan, mulai dari pemberian beasiswa full untuk masuk dan kuliah di jurusan-jurusan agama (contohnya di UIN jakarta yang menyediakan banyak sekali beasiswa bagi “santri” yang mau kuliah di jurusan-jurusan tertentu) sampai skema pemberian beasiswa ke luar negeri terutama negara di kawasan timur tengah, namun semua hal tersebut tidak berpengaruh banyak. Bahkan, yang saya rasakan hal itu semakin memperburuk keadaan tentang pandangan “santri” terhadap jurusan agama. Saat ini mungkin di sana, para akademisi dan pemikir besar islam sedang berfikir keras untuk membangun regenerasi mereka yang terancam.
Salemba, 12 Juni 2013
No comments:
Post a Comment