Jun 22, 2017

Spring8


Sudah tiga hari ini saya berkesempatan untuk datang ke tempat riset yang dimiliki Jepang bernama Spring8 untuk determinasi struktur protein yang saya buat untuk mengetahui ikatan spesifiknya dengan beberapa obat. Bagi Structural Biologist di dunia nama Spring8 pasti sudah sangat dikenal,  Spring8 yang berarti "Super Photon ring-8 GeV" (8 GeV, or 8 giga electron volts) ini adalah fasilitas radiasi sinkroton salah satu yang terkuat di dunia, tak ayal alat ini digunakan oleh peneliti tidak hanya dari Jepang, tapi kebanyakan malah saya lihat dari negara lain.

Sejarahnya Spring8 dibuat pada Oktober 1988 oleh Japan Atomic Energy Research Institute dengan bekerjasama dengan RIKEN (Lembaga riset kece punya Jepang, kalo di Indonesianya mungkin LIPI), lokasinya di Harima Science Garden City di Hyogo. Nah baru pada 1990 (tahun kelahiran saya) lahirlah pula ini Synchroton Radiation Institute (JASRI). Setelah dibuat selama tujuh tahun baru pada Oktober 1997 Spring8 dibuka untuk penggunanya (lumayan lama juga ya, tujuh tahun).

Besar Spring8 dapat dilihat digambar, jika dilihat Spring8 ini mengitari sebuah gunung kecil/ bukit, jadi kebayang kan betapa kuat radiasi dan besarnya fasilitas ini. Pada sebuah kesempatan saya malah iseng buat mengitari Spring8 ini menggunakan sepeda di dalamnya, ya benar, di dalam para peneliti menggunakan sepeda untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain (saking gedenya nih kantor)


Lalu buat apa saya ke sini? Penelitian saya saat ini tentang molekular pathway yang secara spesifik ingin mengetahui bagaiamana kompartemen sel melalui protein berinteraksi dengan obat maupun komunikasi lainnya. Sepulangnya saya dari Univ California Davis Amerika pada bulan Maret 2017 lalu saya memulai riset ini, ceritanya memang aneh dan unik karena kerahasiaan riset ini, saya bahkan tidak diperbolehkan untuk membawa riset ini ke Advisor Hearing (semacam ujian proposal saya sendiri), jadi saya berpikir keras untuk mencari riset yang pura-puranya digunakan untuk disertasi, padahal riset yang sesungguhnya bukan itu karena harus disembunyikan oleh titah sang bos besar. Jadi intinya, saya belum bisa bercerita secara spesifik tentang riset saya di sini.

Lanjut cerita, setelah berhasil mengkloning DNA ke E.coli dan mengekspresikannya sampai lebih dari tiga puluh enam liter media kultur kemudian mempurifikasikannya sampai kemurnian 98% dan dilanjut dengan mencoba sampai dengan lebih dari 20.000 percobaan untuk pertumbuhan Kristal, saya akhirnya menemukan hanya satu Kristal. Kebayang dah tuh menjengkelkannya hahaha... setelah saya juga membuat kepastian bahwa itu adalah beneran kristal protein menggunakan Rigaku X-ray yang dimiliki oleh Lab saya di kampus saya, NAIST. Barulah saya berangkat ke Spring8 bersama sensei saya. Serunya, untuk menggunakan fasilitas ini saya harus menjalani berbagai training, kadang ada training yang berbahasa Jepang biasanya saya dibantu oleh sensei untuk menjawab saat sesi evaluasinya, beliau duduk di samping saya. Hahahaa..

Setelah semua administrasi dijalani dan saya menjalani training terakhir di Spring8, barulah saya mendapatkan semacam kartu untuk mengakses fasilitas Spring8 dengan kunci yang beragam dan alat deteksi radiasi (setidaknya saya mendapatkan empat macam).

 (Kartu dan kunci yang digunakan untuk masuk ke Spring8)


Tempat menginap 

Saya tinggal di tempat penginapan dekat dengan pusat Spring8 yang hanya digunakan untuk peneliti saat bekerja di Spring8. Di sini jauh dari mana-mana, saya dan sensei harus berkendara jauh hanya untuk cari buka puasa (makasih sensei). Awalnya sensei bingung kenapa saya tidak makan apapun seharian, setelah sorenya barulah sadar bahwa ini adalah "ramadhan", ya sensei selalu antusias saat saya bercerita tentang puasa, beliau selalu menggunakan kata "ramadhan", dan saya dengan senang hati menjelaskannya selama buka puasa di salah satu restoran yang jauh dari Spring8. Perjuangan bro....karena sampai Spring8 saya lapar lagi (nasib perut karet)

  (Suasa kamar saya tinggali, maaf ada kresek berisi makanan buka)

Malam harinya saya makan sebanyak-banyaknya karena saya sadar besok butuh tenaga yang extra (padahal ini alasan saja, biasanya juga saya makan selalu banyak, apalagi saat di Pondok dulu, makan makanan hasil curian di dapur ustad), karena tidak bisa tidur selepas tarawih saya malah main game online beberapa jam, aktivitas maha penting yang sudah lama tidak dikerjakan semenjak menjadi mahasiswa PhD (penting loh, setidaknya buat saya). Sampai jam tiga di sini saya lanjutkan solat subuh, ya di sini kita puasa lebih lama, jam tiga sudah subuh dan jam tujuh limabelas baru bisa buka puasa. Saya bersyukur lah ga lebih lama dibandingkan negara-negara di Eropa. Saya percaya semakin lama maka pahalanya akan lebih banyak. Setelah satu malam minap barulah besoknya saya menggunakan alat x-ray ini. Saya selalu diantar kemanapun selama di Jepang, karena SIM mobil Indonesia tidak bisa digunakan di sini, jadilah kemanapun saya pergi, saya disupirin sensei (kapan lagi ngerjain sensei, *anak durhaka), sampai saat saya hiking ke Holy mountain di Shijawatake, sensei pula yang nyetir. hahaaa..

Sesampainya di Spring8 saya langsung menyiapkan percobaa saya menggunakan alat x-ray super besar dan (pastinya supermahal). Saya dikasih tahu berapa harga setiap bahan dan alat itu, tapi sengaja saya lupakan supaya saya ga takut untuk melakukan kesalahan dalam percobaan (jangan ditiru). Saya memulai percobaan itu dengan menggunakan alat di bawah ini.

 (X-ray yang saya gunakan bernomor BL41XU)

(Ruangan di dalam Spring8, lorong ini digunakan Peneliti bersepeda dari satu mesin ke mesin lain)

Saya terpacu saat melihat banyak sekali publikasi yang dihasilkan dan ditemukan oleh alat ini, termasuk pada prinsipnya inilah yang digunakan oleh Rosalind Franklin ialah seorang ilmuwati panutan saya mengadakan penelitian tentang struktur DNA bersama Francis Crick, James Watson, dan Maurice Wilkins dengan difraksi sinar X dahulu. Saya melihat banyak publikasi dan temuan struktur protein yang mengagumkan dipajang di sini. Termasuk penelitian dari "Sensei besar" saya yang sudah terlibat dalam lebih dari tiga ribu project riset (saya ga kebayang, tiga ribu project itu kayak gemana) tak heran dengan banyak award yang beliau terima itu beliau telah menjadi penasihat bagi Kementrian Pendidikan Jepang selama rentang waktu (2004 - 2007, 2011 - 2014) dan setelah menjadi Dekan beliau diangkat menjadi Executive Director dan Vice President di kampus saya,  sayangnya dengan kesibukan beliau itu saya pusing minta waktu bimbingan dan untuk kontak langsung kecuali pada rapat mingguan.

 Publikasi dan temuan yang diperoleh menggunakan fasilitas ini BL41XU
(Di depan BL41 XU)

Tak pernah berani saya bermimpi menjadi bagian dari hal-hal besar ini saat kecil. Betapa sulitnya untuk bersyukur dan berterimakasih kepada Gusti Allah atas segala kemurahanNya yang saya terima. Semoga kita menjadi hamba yang tiada lepas dari rasa syukur atas apapun yang dimiliki.

Demikian cerita singkat saya yang bisa saya bagikan di sini, saya beruntung mendapatkan semua pengalaman dan kemudahan riset di sini, saya menulis ini semata hanya ingin berbagi pengalaman dan kisah perjalanan doktoral saya, terutama semoga bisa menjadi motivasi kuliah bagi yang sedang menyelesaikan studi di dalam maupun luar negeri. Semoga dalam keberkahan Ramadhan ini kita mendapatkan kebaikan-kebaikan serta kesalihan sosial untuk kebangkitan peradaban kemanusiaan melalui riset, melalui noktah kecil yang bisa kita toreh dalam perjalanan peradaban ilmu pengetahuan.


" Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan/turunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia (supaya mereka mempergunakan besi itu), dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Maha Perkasa."
Qur’an surah Al-Hadiid 57 : 25


Salam kerinduan saya pada Indonesia
Hyogo-Jepang, 2017 June 22
Yudhi Nugraha


References :
http://www.spring8.or.jp/en/about_us/history/
http://www.naist.jp/en/about_naist/offices/administration_bureau/hakoshima.html
http://www.spring8.or.jp/en/about_us/whats_sp8/facilities/bl/search_bl/beamline/tab_search
http://www.spring8.or.jp/ja/news_publications/research_highlights/no_36

Jun 12, 2017

Romansa Mie Instan

Tepat lima tahun yang lalu di malam yang sama ramadhan saya memiliki cerita sederhana namun berkesan, sebenarnya saya sungkan awalnya menceritakan ini karena terlalu pribadi dan lucu untuk diceritakan tapi karena nilai dan kebaikan yang ada di dalamnya saya memutuskan untuk mulai mengetik sekarang selepas tarawih walaupun sebenarnya cerita ini pernah saya tulis dalam puisi yang semata untuk meninggalkan jejak cerita ini di (https://puisiyudhi.wordpress.com/2016/03/12/pekerti/)

***
Pada malam ramadhan di tahun 2012 saya bersama ibu dan ayah saya sahur bertiga, karena pada waktu itu keempat kakak saya memang sudah menikah dan tinggal saya sendiri yang ada di rumah. Ibu saya memasak seadanya karena tidak ada makanan yang dipersiapkan untuk sahur maka jadilah Mie instan rasa soto ayam dimasak oleh ibu untuk saya dan bapak (karena ibu selalu makan sayur bening dan nasi waktu itu jadi mie hanya untuk saya dan bapak)

Saya masih mengantuk sekali kala Mie itu dihidangkan di depan saya dan bapak, namun saya langsung segar seketika ketika saya mulai melahap mie di sendokan pertama, karena rasanya tidak hanya panas tapi juga hambar sehambar-hambarnya. Saya langsung melirik bapak yang duduk di sebelah kiri saya untuk melihat respon terhadap rasa mie instan aneh itu, namun gerak gerik itu terbaca oleh ibu saya dan langsung saja ibu bertanya : “kenapa, ada yang aneh?” seketika bapak saya langsung menyalip untuk menjawab ; “enak kok ga kenapa-kenapa, yak an yud?” sambil tatapannya seolah menekan saya menjawab iya secara intimidatif, saya dengan pasrah sami'na wa ato'na menjawab : “iya mah, enak kok” kemudian saya mencoba melahapnya dibantu dengan segelas air untuk setiap sendokan, satu tegukan air.

Selepas solat subuh, ibu saya bertanya dengan nada gemas kepada bapak, saya mendengarnya sambil nonton tv. “Pak, kok bilang enak-enak aja sih, padahal mamah lupa masukin bumbu !”, bapak nyengir kuda sambil lirik saya, terus saya langsung tersenyum miris dengan semua ini. Siang hari saat bapak di luar, ibu saya mengajak saya ngobrol “Nak, bapak mu sudah tiga puluh delapan tahun bersama mamah tapi tak pernah sekalipun pernah complain terhadap masakan mamah, bapak selalu makan apapun yang mamah masak walaupun gosong, asin sampe kejadian aneh tadi pagi”. Saya senyum datar tapi dalam hati saya bertekad sejak hari itu tidak akan menghina makanan apapun yang saya makan, dan sampai saat ini saya berhasil.

***
Romansa buat orang tua saya bukan tentang kata-kata puitis atau kisah-kisah besar, cinta itu sesederhana itu saya lihat dari kehidupan mereka. Menerima tanpa meminta apapun, tanpa berharap pasangan kita ini itu. Ayah saya mengajarkan kebaikan laki-laki pada waktu itu, tepat lima tahun dari malam ini saya mengetik cerita ini. Bukan hal yang sederhana untuk berbuat baik pada pasangan.

Saya ingat tentang kisah Rosulullah SAW dan Aisyah, ketika Rosul baru saja pulang setelah lama tidak bertemu dengan Aisyah, Aisyah memberikan minuman manis kepada Rosul. Namun tak seperti biasanya Rosul menghabiskan semua minuman itu (biasanya Rosul selalu menyisakan untuk Aisyah, seromantis itu ya), kemudia Aisyah bertanya kenapa tak biasanya Rosul menghabiskannya.
Karena hal Aisyah bertanya dan penasaran, akhirnya dicoba air di gelas itu, Aisyah kaget karena yang dimasukkannya bukan gula, tapi garam. Aisyah tahu mengapa Rosul tidak ingin membaginya karena beliau tidak ingin Aisyah merasakannya.

Kebaikan-kebaikan kecil ini yang luput dari kita. Luput untuk diteladani, luput untuk diresapi. Bahwa Rosulullah sebagai suri tauladan jangankan untuk memaki, untuk marah saja sulit. Saya menulis ini dengan rasa malu kepada diri sendiri yang masih jauh dan belum bisa meniru kebaikan-kebaikan kecil kepada orang terdekat, malu kepada diri sendiri dengan sikap-sikap saya yang jauh dari nilai-nilai kebaikan (semoga Gusti Allah mengampuni dosa saya, amin), tapi saya menuliskan ini semata untuk mengingatkan diri dan menularkan kebaikan melalui cerita sederhana dari orang tua saya, terlepas dari sikap saya yang masih belum baik.

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Lelaki yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya,” (HR Tirmidzi dan Ibnu Hibban).

Dari Abu Hurairah Ra bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Bersabda: “Saling Berpesanlah kalian untuk memperlakukan Wanita dengan Baik (HR. Bukhari dan Muslim).


“Wahai Tuhanku, ampunilah aku dan kedua orang tuaku), sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku diwaktu kecil”. Amin

www.yudhinugraha.com 
(Jepang, 12 Juni 2017)

May 16, 2017

Positivity

Penelitian saat saya S2 dulu berusaha menggantikan FBS (Fetal Bovine Serum) sebagai “nutrisi” bagi stem cell saat dipropagasi, karena makanan stem cell ini ternyata memiliki protein yang sangat sulit dibersihkan saat ingin disuntikan kepada pasien. Bahkan menyeramkannya lagi protein Neu5GC ini bisa menyebabkan pasien syok anafilatik setelah terapi stem cell.

Kami memanfaatkan platelet concentrate (PC) sebagai penggantinya, karena PC ini punya growth factor atau nutrisi yang sama dengan FBS. Kami juga berpikir bisa memanfaatkan limbah PC yang ada di PMI untuk pengujian skala laboratorium karena di PMI untuk menjaga kualitasnya PC hanya berumur lima hari setelah kemudian harus dibuang sesuai tuntunan prosedur dari WHO. Meski untuk penggunaan klinis PC kadaluarsa ini akan menjadi tidak popular dan sebaiknya digunakan autolog dari darah pasien sendiri.

Saya mengingat ini sebagai analogi sederhana bahwa betapapun baiknya sesuatu (stem cell) bisa saja ternodai (bahasa risetnya terkontaminasi) dengan lingkungan tempatnya tumbuh. Begitu pula kita, lingkungan yang baik akan memberikan pengaruh bagi pemikiran, atmosfer dan cara kita menyelasikan masalah.

Saya beruntung dibesarkan atau dipropagasi dalam di tempat yang baik meski saya belum sebaik yang diharapkan dan masih memperbaiki khilaf saya di sana-sini. Sejak di rumah, pesantren, sampai lingkungan kampus dan tempat saya bekerja positivity itu betul-betul saya rasakan meski beberapa tetap saja ada yang negatif tapi “muatan” mereka kalah banyak dengan positivity personil komunitas yang lainnya. Seperti muatan DNA yang acid tetap ditemani dengan basa nitrogen yang diperantai oleh gula deoksiribosa.

Saya juga merasa kebesaran Amerika Serikat salah satunya dipengaruhi oleh hal-hal kecil yang bersifat positif. Bagi yang pernah hidup / kuliah di sini sudah mengerti pastinnya tentang “bualan positif” yang selalu terlontar dalam perjalanan pendidikan di Amerika. Pendidik tidak berat untuk memuji seperti : great job, awesome, etc. Hal kecil ini saya rasakan betul pada setiap rapat, diskusi dan berkomunikasi dengan professor saya meski yang saya paparkan adalah masalah-masalah besar pada riset kami.

Saya mungkin menyebutkan dengan “Positivity” dalam hidup. Banyak hal bisa keluhkan dalam hidup, kita punya banyak masalah dan “setiap kita” sedang berjuang dengan perang kita masing-masing. Bukankah akan lebih mudah kita saling membantu mencarikan solusi, atau jika belum bisa memberikan hal tersebut, mau kah kita mulai sekarang membuat lingkungan kita lebih positif dan menyebarkan nilai optimisme pada sesama.

Pada dunia riset, optimisme pada hipotesis penelitian diyakini dapat memberikan hasil yang akan sesuai dengan harapan. Jika penelitinya saja belum percaya dengan “ramalan” hipotesanya, maka untuk apa penlitian dilakukan. Hal lain yang mesti diingat bahwa optimisme ini bisa ditularkan, sehingga dengan kenyataan ini kita bisa memulai untuk saling memberikan support dan mendorong sesama untuk positive thinking.

Tetiba saya teringat dengan sebuah Hadist : Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman, “Aku sesuai dengan persangkaan hamba pada-Ku” (Muttafaqun ‘alaih)

Mari mencari solusi atas semua masalah yang terjadi, berhentilah mengeluh dan menghakimi yang belum kita mengerti hanya karena kita tak sefaham-semengerti, mulailah berprasangka baik dan memberikan koreksi membangun tanpa dasar benci. 

Yudhi Nugraha
Pheter J Shield Library, Univ. of California, Davis. 20170220

Elisa dan Jodoh

ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay) merupakan uji serologis yang umum digunakan di berbagai laboratorium imunologi yang berguna untuk deteksi virus/ antigen / hal yang tidak kasat mata, bahkan mikroskop biasa. Contohnya deteksi virus HIV dan lain sebagainya.

Metode Elisa scara prinsip sebenernya sederhana, jadi virus yg ada di sampel darah pasien kita kasih penempelnya yang biasa disebut antibodi (HIV nya disebut antigen), terus HIV dan antibodi ini ditempelin lagi ama pewarna (ada macem2 substrat buat bikin warna ini), nahh kalo ada HIV nya tentu akan ketahuan di darah itu ada atau ga dengan ngeliat ada tidaknya perubahan warna tertentu.

Metode ini metode ikatan spesifik antara antibodi dan antigen, dulu mungkin waktu SMA pernah belajar mengenai ikatan key and lock suatu protein. Nah itu pula yang terjadi pada metode Elisa, interaksi spesifik ini yang akan ngebuat virus yang kita pengen terdeteksi dengan pasti ada tidaknya di dalem darah /sampel pasien kita. Interaksi ini ga akan berkhianat atau salah sasaran.

Sama seperti takdir jodoh, saya yakin tidak akan ketuker. Tinggal gemana kita berusaha memantaskan diri untuk jodoh kita dengan terus mmperbaiki diri, meski dalam hidup selalu ada perjalanan yang kita harus lalui untuk akhirnya menemukan jodoh kita, begitu juga dengan Elisa, ada interaksi non-spesifik di dalamnya, maka dalam Elisa dikenal pencucian berulang untuk membersihkan interaksi tersebut. Mungkin dalam hidup kita juga perlu untuk melakukannya dengan benar-benar secara logis menentukan pilihan.

Tak perlu khawatir dengan tuntutan orang lain yang sering bertanya, mungkin mereka bertanya hanya menunjukkan keperdulian lalu kemudian mreka juga akan sibuk makan minum dan pusing dengan urusannya sendiri, lalu mengapa kita ambil pusing dengan urusan itu.
Seperti halnya Elisa, percayalah akan ada ikatan spesifik tersebut pada waktu yang tak perlu disebut.

Yudhi Nugraha
Sambil nunggu Immunopresipitasi, California, 20170214

Toleransi Genetik

Personalized Medicine (PM) adalah prodesur yang membagi kelompok pasien menjadi beberapa perbedaan bentuk terapi pengobatan dan pencegahan suatu penyakit berdasarkan karakteristik khas individu secara genetik.

Jadi simpelnya begini, karena manusia yang memiliki karakter DNA yang khas setiap individunya maka sebenarnya ada perbedaan saat obat masuk dan bekerja, serta perbedaan pada untai DNA ini juga akan ngebikin manusia punya risiko penyakit tertentu yang berbeda pula individunya (ex.kanker) dan perbedaan genetik ini juga kadang ngebuat resistensi saat pengobatan tertentu karena gen nya udah mutasi (jadi obatnya ga ngefek lagi).

Penerapan PM ini di Indonesia salah satunya dikembangkan pada terapi pengobatan kanker dengan melihat mutasi pada gen-gen tertentu yang menjadi jalur penting terapi obat (ex. mutasi EGFR untuk kanker paru), serta pada terapi AIDS dengan melihat resistensi HIV terhadap obat antiretroviral (klo ini ngeliat mutasi di HIV nya), semua hasil ini akan menjadi bahan pertimbangan dokter dalam menentukan terapi (Pada tahun 2012-2014 saya bekerja untuk ini).

Lalu bagaimana kedepan PM juga dapat dimanfaatkan dalam upaya meningkatkan akurasi terapi pada pengobatan. Masalahnya adalah, jelas tentang biaya, karena perbedaan gen secara personal tidak mungkin bisa menjadi urusan/beban negara dan kepentingan general. Tantangan lain untuk pemerintah adalah terkait aturan kerahasiaan genetis yang dimiliki kebanyakan masyarakat Indonesia yang kapan saja dapat dimanfaatkan oleh pihak lain untuk kepentingannya sendiri.

Tapi tiba-tiba saya berpikir tentang karakteristik perbedaan ini, tentang kenapa kita dilahirkan dengan genetik yang khas setiap individunya yang diturunkan secara genetis random dari kedua orangtua kita dengan teori peluang hereditas yang ngejelimet.

Perbedaan ini memang sengaja diciptakan Gusti Allah untuk kita saling mengenal, bukan artian "hanya mengenal" secara harfiah, tapi lebih dalam lagi dari itu, untuk saling memahami, saling mencari hikmah pada setiap persimpangan faham, saling mecari gradien persamaan untuk bahu membahu menjadi warga dunia dalam membangun perdamaian dan kesejahteraan manusia.

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal (al-Hujuraat: 13)

Sesekali jadilah minoritas pada suatu lingkungan yang sangat jauh dari mana kita berasal, maka kita akan belajar bersama dengan keberagaman kulit, bahasa, adat, dan agama. Akan ada hikmah dan pelajaran yang tidak kita dapat saat menjadi mayoritas untuk dapat mengerti apa itu arti toleransi.
Salam Kebangkitan Peneliti Indonesia!

Yudhi Nugraha
(University of California, Davis USA, 10/02/2017)

Immortalitas Kebaikan

Kemarin saya dan Bryan sedang berusaha mmpelajari tntg salah satu gen yang ngebuat Hydra jadi Immortal. Avertebrata kecil yang punya tentakel ini cuma berukuran sekitar 0.4 inchi, tapi hampir sebagian tubuhnya adalah stem cell (bahkan selevel dengan totipotent stem cell pada manusia), jadi pada lingkungan yang "oke" tanpa gangguan apapun, dia akan bisa dipastikan hidup dengan immortalitas. 

Banyak gen yg udh dipelajarin kenapa dia bisa kyk gitu, salah satu gen yg dtemuin adalah FoxO, di University of California Davis kita lagi kepoin bbrpa gen lain di Hydra ini (Beberapa gen ini belum bisa saya ceritakan terkait kerahasiaan riset). Tapi tujuan nantinya, buat kita bisa ngerti gemana gen ini bikin sel Hydra punya sifat kepuncaan yg khas terutama ngertiin sistem aging buat manusia. Saat saya ngasih makan nih Hydra yg kelaperan pake pelet Daphnia, saya tiba2 mkir gemana klo manusia jadi Hydra yg pny peluang hidup selama Hydra ini, apa hidup akan seseru ini, buat berpacu dalam waktu untuk ngelakuin sesuatu yang bermanfaat sebelum ajal dateng? 

Dua jam setelah ngasih makan Hydra itu, saya ketemu ama Mba Mega di Silo, beliau temen saya di FKUI, juga guru saya kalo nanya2 biomolekular waktu saya kerja di IHVCB FKUI dan mba mega kerja di Eijkmen Institute. Tepat dua puluh delapan bulan yg lalu, saya ama mba mega dan bang Ilham ketemuan di salemba buat ngbrolin masa depan dan cita2. Sekarang, mba mega lg S3 di sini, dan bang Ilham udah jd kepala UTD PMI di aceh. Banyak yg ingin saya capai di usia keduapuluh enam tahun saya ini kedepan. Malam ini kita berbincang seru, mengenai dinamika peneliti di Indonesia karena kita sama-sama dosen sekarang, sampe ngalor ngidul ngmongin bedanya hipersensitivitas tipe I dan IV dalam imunologi.

Sejenak saya sadar, bahwa waktu selalu mengajak kita berpacu dalam setiap detik yang dimiliki, kesempatan yang masih diberikan ama Gusti Allah buat kita terus jadi makhluk yang bermanfaat buat kemanusiaan lepas dari kepentingan diri sendiri yang sedianya sudah dipastikan rizki saat kita bekerja. Upaya kita mnjadi insan yg baik sebetulnya terletak pada bagaimana kita mnghabiskan waktu yg tersedia. Kesempatan pendidikan yg kita sedang jalani bukan lagi menuhankan gelar dan janji materi di masa depan, namun lebih jauh lagi yaitu untuk berbagi dan menjadi bagian dari solusi.
Banyak anak bangsa yg sedang bekerja keras detik ini untuk pendidikannya, entah di dalam negeri ataupun luar negeri sebenarnya sama saja, yang terpenting adalah memahami konsep pendidikan untuk berjanji memanusiakan manusia dan menjadi bagian dari pemersatu bangsa nantinya. Setiap keluh yang kita rasakan akan menjadi kebaikan saat niatan sudah lurus tanpa mengharap hanya kelulusan. Percayalah setiap usaha kita dinilai Gusti Allah sebagai hal baik yang tak hilang dimakan usia.

Akhirnya saya menemukan sebuah jawab :
"Bahwa yang abadi adalah kebaikan. Tak lekang waktu dan usang diterjang zaman bahkan kematian". Saya jadi teringat kata-kata Umar ibn Khattab yg klo g salah gini : “Bila kita merasa letih karena berbuat kebaikan, maka sesungguhnya keletihan itu akan hilang & kebaikan itu akan kekal. Bila kita Bersenang-senang dengan dosa, Kesenangan itu akan hilang & dosa itu yang akan kekal.”
Salam kebangkitan peneliti Indonesia !

Yudhi Nugraha,
Catatan Subuh 05.48. Amerika Serikat, 08 Februari 2017.

Menjemput Kemarin

Saya terbang dari Osaka ke California hari minggu kemarin (5 Februari 2017) jam enam petang dan tiba di Amerika Serikat 5 Februari 2017 pagi, itu artinya saya kembali di hari yang sama dan seperti menjemput pagi.

Saya sadar hari ini (di sini tgl 6 Februari 2017) saya sengaja bangun lebih awal untuk menikmati fajar yang tak seperti biasanya, di negara yang sama sekali (lagi-lagi) tak ada dalam list negara yang ingin saya kunjungi, tapi gusti Allah punya tujuan lain. Saya hanya ingin menuliskan kata sebagai pengingat hari pertama saya akan menimba ilmu tentang stem cell menggunakan pendekatan molekular dgn mmpelajari regulasi beberapa gen kepuncaan terutama PIWI dgn mnggunakan Hydra di University of California Davis. Pengembangan chimeric organ manusia yang dibuat di hewan uji oleh salah satu profesor di sini sedang menuai kontroversi, saya merasa beruntung dapat menjalani semua ini tanpa dugaan, mungkin ini jawaban doa ibu saya yang setiap hari tiada henti berdoa di sana.

HostFamily saya adalah seorang politisi yang beraliran demokrat, kami berbicara banyak hal tentang amerika dan politiknya, terutama tentang Trump dan kebenciannya terhadap golongan tertentu. Saya merasa seperti sedang bercermin tentang negara saya, bahwa semua ini tentang politik, bagaimana kebencian dan rasisme bisa menjadi alat politik yang membantah logika umum dan menutupi janji kebhinekaan. Ini seperti kita yang berbangsa dengan melangkah mundur. Bukankah kita sudah melalui banyak ujian kebhinekaan itu? Lalu mengapa kita seperti "menjemput kemarin" sebagai anak nusantara yang tunalogika?

Mari berdoa untuk kemajuan bangsa kita dan memulai berbuat dari peran yang kita lakukan, siapa pun kita, saya percaya, akan ada peran yang bisa kita sumbangsihkan untuk peradaban dan kemanusiaan dibandingkan hanya mengkritisi tanpa memberi solusi.

(California, 04.23. Senin 6 Februari 2017)

Nov 1, 2016

Saya dan Protein Crystallography

Pada penantian purifikasi protein malam ini saya ingin menuliskan sebuah cerita tentang saya dan riset saya pada program doktoral selama satu tahun ini. Jauh sebelumnya, saya tidak mengetahui banyak tentang apa itu protein, yang saya ketahui hanya bahwa protein adalah salah satu dari biomakromolekul pada pelajaran Kimia Organik, sejawat dengan karbohidrat, asam nukleat dan lemak. 

Baru ketika saya belajar Rekayasa Protein kepada Guru Besar FKUI, Prof dr Amin Subandrio W Kusumo, PhD, SpMK (saat itu adalah wakil Menristek RI dan sekarang menjadi Direktur Lembaga Molekular Eijkmen), saya mendapatkan banyak pengetahuan tentang protein dari beliau, meski pada jenjang magister saat itu, kecintaan saya pada penelitian stem cell untuk terapi medik, mendorong saya menyelesaikan tesis yang berupaya memecahkan solusi pada masalah medium aditif xenogenic untuk propagasi mesenchymal stem cell menggunakan PRP dalam aplikasi terapi stem cell yang lebih aman kepada pasien, terhindar dari syok anafilatik yang disebabkan oleh kontaminasi protein, saya berada dalam group riset yang hangat, bersama Prof dr Jeanne A Pawitan, MS PhD, Dr. dr Reza Y Purwoko, SpKK, DR Pudji Sari MS dan mba Evah Luviah (Published paper : 1,2)

September 2015, saya memulai kuliah doktoral di Jepang, meski masih dalam bidang yang sama yakni untuk melihat lebih dalam tentang proliferasi dan diferensiasi secara biomolekular untuk stem cell, kali ini saya lebih fokus pada protein yang bertanggung jawab terhadap pembelahan sel tersebut, terutama melalui mekanisme hippo pathway, (Project jelasnya belum boleh saya jelaskan). 

Saya memulai semuanya dari nol, dari belajar teori dan teknik kloning DNA, purifikasi protein menggunakan banyak sekali metode, sampai belajar membuat kristal protein dengan ribuan kondisi buffer untuk satu kali kristalisasi yang dihitung secara presisi, sampai difraksi menggunakan X-ray untuk mendeterminasi struktur protein tersebut di Spring8.

Betapa bahagianya saya, mendapat kesempatan belajar protein kristalografi ini dari pakar protein langsung, Prof. Toshio Hakoshima, PhD selain karena beliau dikenal telah terlibat pada lebih dari 3000 project protein di dunia (3), beliau juga merupakan murid langsung dari Alexander Rich saat di MIT dulu, yang tak lain adalah penemu Z DNA dan RNA editing bersama dengan James Watson (Penemu struktur DNA dengan Francis Crick) menggunakan X-ray Crystallography (4). Hakoshima-sensei biasa saya memanggilnya, selain dekan yang nyentrik, beliau juga sangat baik terhadap mahasiwanya, termasuk saya.
Saya dan Prof Hakoshima

Central dogma dalam bidang biomolekular kini sudah sampai pada stase kajian proteomik, jika dibandingkan pada era sebelumnya, masa-masa kejayaan upstream central dogma pada biomolekular terjadi pada beberapa puluh tahun silam seperti masa-masa perkembangan Human genome maping dan penemuan reverse-transciptase dari RNA menjadi DNA untuk rt-PCR, maka (menurut saya) proses translasi dari RNA ke protein dan riset mengenai protein secara komperhensif adalah hal yang paling menarik untuk diteliti sekarang ini.

Keunikan protein dibandingkan dengan biomakromolekul lain adalah bahwa hampir semua komunikasi sel mulai dari sistem imun, komunikasi sel / antar sel sampai dengan peranan obat dalam kesehatan akan melibatkan jalur molekular yang bergantung penuh pada peran protein, maka mengetahui tentang struktrur dari protein akan memberikan informasi yang detail kepada kita bagaimana semua hal itu terjadi.

29 dari 48 peraih Nobel sepanjang sejarah merupakan peneliti pada bidang crystallography, hal ini karena bidang ini merupakan hilir dari suatu riset dimana dengan ilmu ini, manusia dapat memahami bagaimana sebuah molekul tertentu melalui bentuk dan karakternya dapat berfungsi dan berdampak pada tingkat molekular dan kemudian manusia dapat mensiasati dan merekayasa melalui pengetahuan terhadap struktur tersebut sesuai dengan tujuan dan kebutuhannya (5). 

Saat memahami struktur suatu protein, tidak hanya dapat menjawab secara terperinci bagaimana sebuah pathway molecular berjalan dalam sel tapi juga hal ini melahirkan manfaat dalam merekayasa hasil temuan untuk menjadi solusi dalam dunia kedokteran dan sains.

Contoh sederhananya, pemahaman bagaimana misalnya jika protein A dan B saat dia berikatan menjadi proses inisiasi dari proliferasi sel, maka dengan mengerti strukturnya, peneliti dapat membuat “selingkuhan” untuk A sehingga ikatan A-B tidak terbentuk dan akhirnya proses pembelahan sel dapat dihentikan (berguna untuk anti-cancer therapy).

Atau bagaimana jika pengetahuan mengenai obat tertentu yang menghambat mekanisme selular dapat direkayasa ikatannya sehingga lebih adikuat terhadap reseptor tertentu. Atau saat kebutuhan protein esensial dalam tubuh tidak terpenuhi karena adanya penyakit mutasi genetik, maka dengan keilmuan ini protein sintetik dapat dibuat dengan terlebih dahulu memahami dengan mendalam karakter dan strukturnya.

Pemahaman interaksi protein satu dengan yang lainnya ini jugalah bidang yang  membuahkan penemuan-penemuan biosensor atau alat deteksi suatu penyakit melalui ikatan spesifik antara antigen tertentu dengan yang lainnya.

****

Saya merasa sangat beruntung belajar pada bidang ini pada guru-guru terbaik yang saya temui, meskipun saya hanya sebutir pasir di samudera ilmu protein crystallography ini, tapi saya tetap berharap dapat memberikan kontribusi pada kebermanfaatan dan terlepas dari tujuan mengutamakan prestasi duniawi yang tak kekal.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ 
الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barangsiapa yang mempelajari suatu ilmu yang seharusnya diharap adalah wajah Allah, tetapi ia mempelajarinya hanyalah untuk mencari harta benda dunia, maka dia tidak akan mendapatkan wangi surga di hari kiamat.” (Hadist Narrated. Abu Daud no. 3664, Ibnu Majah no. 252 dan Ahmad 2: 338.)

Akhir cerita, saya memohon doa untuk dapat selalu kembali memurnikan niat dalam mencari ilmu dan doa untuk kelancaran studi saya, sehingga nanti dapat menjadi pendidik yang baik dengan meneladani guru-guru hebat tersebut sepulangnya saya ke Indonesia. Amin.

References  :

www.yudhinugraha.com

Oct 26, 2016

Santri dan Kebhinekaan

Peran santri dalam perjuangan kemerdekaan merupakan sebuah kenyataan sejarah yang tercatat terutama bila mengingat tragedi Perang Rakyat Semesta pada 10 November 1945 yang diinisasi oleh seruan Resolusi Jihad Kyai Hasyim melawan NICA  yang dibentuk 22 Oktober 1945. Perang ini sejatinya lahir dari kesuksesan Kyai Hasyim dalam konsolidasi berbagai faham umat islam saat itu dan ketokohannya mampu meyakinkan kyai dan santri untuk keluar pesantren dalam rangka jihad kemerdekaan. Peran santri kemudian berlanjut dalam menjaga kebhinekaan Republik Indonesia senantiasa dalam harmoni dan toleransi hingga saat ini, melawan pemikiran baru yang lahir dari berbagai macam kepentingan.

Saat ini pemikiran radikal dalam islam dan lahirnya gerakan-gerakan baru dalam berkeyakinan telah sampai pada kondisi yang membahayakan. Terkadang dengan nama Islam dan teriakan suci “Allahu akbar” namun secara kontradiktif dibarengi dengan tindakan intoleransi dan anarkisme, mencoreng nilai luhur perdamaian dalam beragama. Hal-hal semacam ini biasanya disebabkan oleh pendidikan keislaman yang prematur, instan dan/atau tanpa tuntunan yang tepat. Agenda politik dan propaganda import, yang bertujuan untuk memecah belah umat adalah dalang utama lahirnya pemikiran-pemikiran seperti ini, karena mereka faham betul kenyataan bahwa pemahaman yang salah terhadap agama dapat menjadi inisiasi dalam perpecahan dan memanfaatkan hal ini untuk tujuan besar mereka.

Pendidikan islam di pesantren sudah terlebih dahulu matang dalam menguasai perubahan jaman, apalagi dengan keterbukaan pandangan yang telah dini diajarkan dalam kurikulum pesantren. Beberapa kitab yang diajarkan mendeskripsikan perbedaan mazhab / pemikiran ulama terdahulu dengan (tak hanya) menggunakan pendekatan dalil (Naqli) tapi juga logika (akli), bukan lagi pada stase doktrin agama yang harus diterima begitu saja. Sehingga memang seharusnya alumni pesantren dapat berpikir terbuka, rasional serta jauh dari pemikiran doktrin yang merusak tatabudaya dan nilai persatuan dalam berbangsa dan bernegara

Namun tidak semua santri “cetakan” pesantren berhasil dalam mentransformasikan cara-cara berpikir logis tersebut, beberapa malah keluar dari jalur yang diharapkan. Meski dalam jumlah yang minoritas, alumni pesantren yang keluar jalur ini lebih berbahaya daripada kebanyakan manusia lain, karena dengan legitimasi kesantriannya serta ilmu agama setengah matangnya, ia akan lebih didengar di masyarakat ketimbang non-santri dan dapat dengan mudah memunculkan perpecahan umat daripada mempererat ukhuwah.

Sebelum saya pergi ke Jepang untuk melanjutkan studi Doktoral saya pada tahun 2015, saya sengaja sowan kepada KH. Mujiburrahman M.Pd untuk meminta wejangan dan nasihatnya. Kyai berpesan kepada saya yang secara tersirat bermakna “bahwa alumni seperti kapal laut yang sedang berlayar di lautan peradaban yang luas, untuk dapat sampai pada tujuan dan tidak tersesat, maka santri membutuhkan kompas, dan kompas itu adalah Pesantren”. Nasihat ini disampaikan dengan redaksi yang sederhana tapi memiliki makna yang dalam dan komperhensif, bahwa alumni-alumni yang sedang dalam perjuangannya di luar, sangatlah membutuhkan pesantren untuk dapat berkontemplasi dari mana dan bagaimana kita semua dibesarkan.

Saat ini dengan kemudahan teknologi informasi yang massif dan transportasi dunia yang kian cepat, peran santri di pergulatan dunia sedang dinantikan, tentu dengan ciri khas pemikiran santri yang unik. Doktrin pesantren dan kebebasan pemikiran terarah yang dimiliki santri. Kaum santri sudah seharusnya dapat menularkan kebermanfaatan kepada peradaban dunia. Ya, kebermanfaatan kepada kemanusiaan. Karena peradaban dibangun oleh cendikia yang berhenti memaki dan fokus menciptakan solusi. Tugas berat santri sebagai cendikia bukan hanya mendidik umat untuk melakukan ritual agama secara baik tapi juga menjaga perdamaian dalam kebhinekaan agama, pemikiran dan kepentingan. Karena sejatinya, berislam secara komperhensif melahirkan perbaikan diri, umat dan peradaban dengan doktrin perdamaian dan persatuan.

"Habis gelap, terbitlah santri"
(Jepang. 26 Oktober 2016)
             

x

Jul 11, 2016

Outgrow your limit

Manusia secara lahiriah biologis memiliki rata-rata kebutuhan yang sama, seperti kebutuhan makan minum dan beristirahat, namun manusia memiliki perbedaan yang signifikan dilihat pada kapabilitas dan kapasitasnya. Perbedaan ini yang menjadikan manusia dalam personalitinya berbeda satu dengan yang lainnya secara peran dan pengabdian pada kemanusiaan.

Kapasitas dan kapabilitas sebenarnya dapat dianalogikan seperti keterbatasan. Analogi sederhananya seperti :  beberapa orang dapat makan nasi sebanyak dua piring (saya contohnya) dan sebagian lainnya, makan dengan setengah porsi saja sudah kekenyangan. Ini analogi sederhana dari keterbatasan. Saya dahulu hanya bisa makan satu piring tapi karena saya ingin meningkatkan kapasitas perut saya, saya berusaha meningkatkan kapasitas itu menjadi dua piring, dan akhirnya bisa. Seperti itu pula dengan belajar, dengan berpikir, dengan menghadapi sebuah masalah.

Kapasitas dan kapabilitas seorang presiden perusahaan contohnya, akan jauh berbeda dengan kapasitas pekerjanya dalam hal pengelolaan dan manajemen perusahaan, kapasitas dan kapabilitas itu bisa dikembangkan dan ditingkatkan. Pada ajaran islam dikenal konsep ilahiyah bahwa Gusti Allah yang Maha Agung tidak akan membebani kita di luar kemampuan kita. Tapi sekarang yang jadi pertanyaan adalah, sampai mana garis batasan kita? Kita sendiri tidak tahu. Atau Gusti Allah sebagai Rob (tarbawi) sedang juga mendidik kita untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas kita sebagai manusia.

Di kampus tempat saya belajar memiliki motto "outgrow your limit" artinya tingkatkan keterbatasanmu (makanya di sini hal biasa menjadi tempat riset sebagai tempat tinggal, hahaha..). Motto kampus ini menarik buat saya jadikan bahan kontemplasi personal, bahwa kita ini sebagai manusia, hamba Tuhan, dengan keterbatasannya menghadapi berbagai ujian kehidupan yang secara tersirattapi masif akan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas kita. Seperti seorang dosen yang (biasanya) memberikan tugas sampai batasan mahasiswa merasa tidak sanggup (pengalaman pribadi, lol), tapi setelah dilakukan ternyata berhasil. Ataupun jika belum berhasil, garis keterbatasan itu setingkat lebih naik dari sebelumnya.

Ada kalanya kita sebagai manusia mengeluh dan menghardik dengan keadaan dan tuntutan hidup yang terjadi, tapi bukankan dengan keadaan dan tuntutan itu bisa kita jadikan sebagai bahan bakar kekhusyu'an kita memanggil Tuhan dalam hati? Dalam setiap kesulitan masih berpaling?

Keterbatasan adalah titik di mana kita dapat meningkatkan kemampuan. Kapabilitas dan kapasitas kita sebagai manusia untuk dapat bermanfaat dan berdampak luas bagi manusia lainnya. Saya berasumsi bahwa pelan tapi pasti jika kita berusaha untuk membuang rasa malas dan meningkatkan keterbatasan kita dengan paksaan sampai kita tahu titik keterbatasan kita itu, maka secara hukum sebab-akibat nantinya kapasitas dan kapabilitas kita secara personal akan meningkat.

Persaingan dalam segala aspek kehidupan, bijaksananya dilakukan dengan diri sendiri. Maksud saya, tak usahlah kita membandingkan diri dengan orang lain, cukup saja dengan berkaca diri bahwa apa yang kita lakukan hari ini lebih baik dari apa yang kita lakukan di hari kemarin. Saat kita bersaing dengan diri sendiri, kita akan lebih produktif dan jauh dari sakit hati apalagi dengki dengan keberhasilan orang lain.

“Wahai Anak Adam, engkau lah yang mengisi (buku catatan amalmu) dan Aku yang mencatatnya" (Firman Allah dalam Hadist Qudsi, juga tersurat dalam Al-Infithar 10-12)

(Outgrow your limit, Jepang 11 Juli 2016)

Oct 17, 2015

"Peran"

Banyak hal yang ingin saya tulis malam ini, tentang bagaimana semangat dan passion menggerakkan saya untuk melakukan banyak hal dan menolak banyak hal. Malam ini merupakan malam ke delapan belas saya di Jepang untuk melanjutkan jenjang doktoral saya. Entah mulai dari mana saya berbagi yang jelas kalimat yang akan saya ingin sampaikan adalah “lakukan apa yang kita sukai dan geluti terus sampai kita menjadi ahli di bidang yang kita sukai tersebut”

Saya sangat menyukai riset, mungkin untuk beberapa orang di lingkungan saya itu adalah hal yang terlalu mewah, tapi tahukah bahwa sesungguhnya riset itu dapat dimulai dari hal yang sederhana, seperti mengamati hal-hal kecil yang nampak di kehidupan sehari-hari, seperti meneliti fluktuasi harga sayur, atau komparasi harga satu pedagang dengan pedagang lain secara teliti.

Pada konsepnya sendiri, riset seharusnya membuat hal yang sulit menjadi sederhana, meskipun beberapa orang malah membuat yang sederhana menjadi terlihat lebih sulit. Sebagai contoh konsep reaksi amplifikasi DNA dengan PCR sebenarnya adalah proses sederhana menggunakan konsep perubahan suhu untuk membuka untai DNA, lalu menempelkan sekuens primer yang kita ingin buat serta menentukan suhu elongasi DNA tersebut. Ide ini sangat jenius dan hebat sekali buat saya, tapi sederhana sekali.

Kesukaan saya terhadap riset membuka peluang yang lebar untuk melakukan hal yang sangat di luar impian saya, seperti keliling berbagai negara, bekerja di atmosfer riset yang sangat baik dan mendapatkan beasiswa penuh dari Pemerintahan Jepang ini. Saya mempercayai bahwa cukuplah kita melakukan sesuatu yang kita sukai dan terus menikmatinya, kemudian melakukannya lagi dan lagi, maka suatu saat kita akan hidup dan makan dari apa yang kita lakukan. Nikmat ini adalah nikmat yang sangat besar ketika kita dapat melakukan hal yang kita sukai setiap hari dan hidup dari apa yang kita senangi.

Saya ingin berbagi kepada siapapun yang membaca tulisan saya malam ini. Saya bukan orang jenius atau cerdas, namun keberhasilan seseorang sangat ditentukan oleh antusiasme pada bidang tertentu. Tidak usahlah kita secara tamak berkeinginan untuk menjadi segala hal, ingin menjadi peneliti, ingin jadi dokter juga, ingin jadi dosen, bisnisman, ahli teknologi, kyai dan lain hal sebagainya. Pilihlah jalan kita sendiri dan yang terpenting adalah bidang yang kita tekuni merupakan bidang yang kita sendiri menikmati dalam melakukannya, saat kita sukses dalam satu bidang, secara kebetulan biasanya kita akan bersinggungan dengan hal lain, barulah kita bisa membuka diri.

Tidak bisa juga kita dikenal dengan sederet banyak hal yang kita lakukan. Manusia mempunyai relung atau dalam ilmu ekologi disebut “niche” atau peran dalam sebuah ekosistem, peran ini sulit untuk dapat menjadi multiperan. Kita dituntut untuk menguasai satu hal dan dalam bidang itulah kita akan berkontribusi pada kemanusiaan.

“man arafa nafsahu, laqod arafa robbahu”  artinya siapa saja yang mengenal dirinya, maka ia telah mengenal Tuhannya. Hal ini secara implisit memberikan kita pemahaman bahwa mengetahui potensi diri, passion, dan antusiasme kita pada bidang tertentu merupakan hal sangat urgent. Maka dari itu pilihlah bidang yang kita sukai sedini mungkin, agar kelak kehidupanmu bahagia dan lebih bersyukur dengan apa yang kita pilih.

Namun dalam akhir cerita ini saya bertanya pada diri saya sendiri adalah tentang kejenuhan. Kejenuhan merupakan hal lumrah yang hadir tanpa undangan dan tanpa dugaan. Jika seseorang bekerja pada bidang yang tidak ia sukai dan kemudian jenuh, maka ia akan melakukan hal ia sukai seperti pegawai yang melakukan futsal untuk hobinya. Namun, yang berbahaya buat kita adalah jika suatu saat nanti kita jenuh dengan hal yang kita sukai, maka apa yang bisa kita lakukan? Kecuali berserah padaNya untuk terus menjaga ghiroh dan semangat ini untuk pengabdian kita seutuhnya sebagai hamba. Maka, tentukanlah segera peran apa yang kita akan mainkan sebagai hambaNya.

Yudhi Nugraha
Jepang,  17 Oktober 2015.
Pukul 02.04